Sejak bertahun-tahun yang lalu.Jepang terkenal dengan budaya aslinya yang terkenal di seluruh dunia. Beberapa jenis budayanya menjadi daya tarik orang dari seluruh penjuru dunia hingga tertarik untuk berkunjung ke Jepang dan bahkan menetap untuk sementara demi memperdalam budaya tersebut.
FUN! JAPAN Team telah merangkum 7 seni budaya terkenal Jepang. Baca artikelnya sampai selesai ya ♪
① Origami: Seni Melipat Kertas dari Jepang
Metode pembuatan kertas diperkenalkan di Jepang pada awal abad ke-7, kertas yang disebut dengan “Washi /和紙” yang tipis dan terkenal tahan lama lahir oleh kecerdikan orang Jepang. Saat itu kertas digunakan juga untuk ritual agama Shinto, seperti persembahan kepada Tuhan yang dibungkus/ dilipat dengan kertas. Maka dari sini lahirlah budaya melipat dan membungkus dengan memasukkan estetika seni menjadikan hasil yang indah, dengan fokus pada fakta bahwa kertas terlipat saat membungkus persembahan atau hadiah.
Pada periode Muromachi (abad 14 dan 15), klan Ogasawara dan Ise mulai mempertimbangkan ritual melipat kertas, seperti melipat Noshi (semacam amplop), kupu-kupu dan lain-lain.
Di periode Meiji, “Origami” adalah sebagai salah satu mata pelajaran di TK dan SD sebagai mata pelajaran kerajinan tangan dan gambar, hingga origami menjadi populer hingga saat ini.
Artikel Terkait:
② Ikebana: Seni Merangkai Bunga Ala Jepang
Ikebana konon berasal dari rangkaian bunga yang dipersembahkan dalam ritual agama Buddha. Ada teori juga yang mengatakan bahwa Ikebana berasal dari kebiasaan Jepang yang menjaga bentuk pohon cemara dan menghias bunga sebagai pengganti ritual mengundang dewa. Tampaknya dari pewarisan dan pengembangan Ikebana adalah perasaan yang khusus terhadap tanaman.
Ikebana pertama kali muncul dalam literatur dan bahan dalam bentuk yang jelas dari periode Muromachi (akhir abad ke-14 hingga pertengahan abad ke-15). Selama periode ini, tercipta beberapa budaya Jepang yang unik, seperti arsitektur Shoin-zukuri, taman, renga, Nogaku, dan upacara minum teh. Para pemimpinnya adalah para samurai yang muncul di ranah budaya atas nama bangsawan. Selain itu, banyak dari pembawanya adalah orang-orang yang disebut dengan Dohoshu, yang dijabat oleh jenderal dan daimyo berpengaruh dan menciptakan seni dan teknik baru. Beberapa dari mereka mengkhususkan diri pada bunga, dan akhirnya mereka menciptakan Tatebana/ 立花, rangkaian bunga yang memiliki cabang tinggi di tengah vas. Selain itu, seorang biksu Kyoto Rokkakudo dan seorang master seperti pendiri Ikenobo, Senkei, juga muncul, dan kemudian Tatebana meresap ke dalam masyarakat samurai dan masyarakat bangsawan.
Di periode Meiji, ketika bunga dari negara Barat mulai dibudidayakan, Moribana diciptakan oleh Unshin Ohara, dan Moribana menjadi populer sebagai bentuk baru ikebana. Ikebana dan lingkungan yang berhubungan dengannya berubah drastis seiring dengan perubahan zaman.
Artikel Terkait:
③ Shodo: Seni Kaligrafi Jepang
Konon asal muasal Shodo atau Kaligrafi Jepang dimulai ketika (Shodo) ini datang ke Jepang dari negara Tiongkok. Kaligrafi ini sebenarnya telah berkembang di Tiongkok, yang memiliki budaya karakter Cina, dan dari abad ke-6 hingga abad ke-7 (dari periode Asuka hingga periode Nara), kaligrafi diperkenalkan ke Jepang dengan salinan sutra bersama dengan agama Buddha. Di periode itu, kemampuan menulis dengan kuas dan tintanya dianggap sebagai salah satu budaya penting bagi seorang samurai dan para bangsawan. Akan tetapi seiring dengan perkembangan jaman, kaligrafi menjadi dikenal lebih luas hingga ke kalangan rakyat biasa. Sekarang di SD pun kaligrafi atau Shodo ini menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah.
Artikel Terkait:
④ Noh, Kabuki: Seni Teater Jepang
Noh
Noh berasal dari seni pertunjukan "Sangaku" yang berasal dari Tiongkok selama periode Nara. Pada periode Nara (sekitar abad, "Gagaku", yang berasal dari Tiongkok, merupakan seni pertunjukan populer seperti seni humor, peniruan identitas, akrobat, dan sihir, yang memainkan tarian dan musik yang megah. Gagaku menjadi musik seremonial yang dilakukan selama upacara istana dan bangsawan, sedangkan Sanraku menjadi populer di kalangan masyarakat umum sebagai tontonan kuil dan tempat pemujaan.
Setelah itu, Sangaku melewati banyak transisi dan diintegrasikan ke dalam "Sarugaku", yang memiliki unsur Noh dan Kyogen. Dari periode Heian / periode Kamakura hingga periode Edo, Noh disebut dengan "Sarugaku '' atau "Noh Sarugaku ''.
Tidak jelas sejak kapan dan kenapa istilah "Noh" ini muncul, tetapi tampaknya Noh telah digunakan sebagai istilah untuk drama sejak zaman kuno. Dari periode Nanbokucho hingga periode Muromachi, Noh secara kasar dibagi menjadi dua jenis: Sarugaku Noh dan Dengaku Noh. Sarugaku Noh adalah seni yang berfokus pada peniruan cara meniru peran, sedangkan Dengaku Noh berpusat pada tarian dan dilakukan secara simbolis bukan suatu peniruan. Dengaku Noh diterima oleh masyarakat bangsawan dan menjadi populer di ibukota, tetapi Sarugaku Noh tidak diterima di ibukota, dan itu terutama di daerah sekitarnya seperti Omi, Tamba, dan Ise.
Noh berada dalam bahaya kehancuran dengan runtuhnya Keshogunan Tokugawa, tetapi di era Meiji, ia akan dihidupkan kembali sebagai seni pertunjukan yang dapat dinikmati oleh masyarakat umum dengan dukungan konglomerat baru dan pejabat pemerintah. Pengenalan sistem Iemoto, kombinasi Noh dan Kyogen menjadi "Noh", dan pendirian teater Noh, yang menggabungkan panggung Noh di dalam ruangan, dibuat setelah era Meiji. Saat ini, di bawah sistem Iemoto yang dilahirkan kembali modern, Noh memperluas basisnya sebagai pelajaran untuk "Utai" dan "Shimai".
Kabuki
Sekitar waktu ketika perang yang berlangsung lama akhirnya mereda (paruh terakhir abad ke-16), di antara masyarakat umum, seni pertunjukan baru lahir satu demi satu. Di antaranya adalah, "Furyu Odori", menjadi sangat populer, di mana orang-orang yang mengenakan berbagai kostum menari dalam sebuah lingkaran.
Pada awal periode Edo (awal abad ke-17), tarian Kabuki yang dibawakan oleh seorang wanita bernama Okuni, yang menyebut dirinya gadis kuil Izumo Taisha, menjadi sangat populer di Kyoto. "歌舞伎踊り/ Kabuki Odori/ Tarian Kabuki" adalah tarian yang menggabungkan kostum dan gerak tubuh orang yang disebut "Kabukimono" yang melakukan hal-hal aneh dengan penampilan aneh yang populer saat itu. Pertunjukan seni menyanyi dan menari, berpakaian seperti laki-laki dan bermain dengan perempuan di kedai teh, disambut dengan antusias oleh masyarakat, dan penontonnya tidak hanya menyebar ke masyarakat biasa tetapi juga ke samurai dan bangsawan.
Sejak Tarian Kabuki menjadi populer, banyak muncul seni pertunjukan wanita lainnya. Tarian yang dibawakan oleh para wanita ini, yang dilakukan dengan menggabungkan shamisen, yang merupakan alat musik baru, disebut “女歌舞伎 / Onna Kabuki/ Kabuki Wanita" dan menjadi populer tidak hanya di Kyoto tetapi juga di Edo dan Osaka.
Selain Onna Kabuki (Kabuki Wanita), “若衆歌舞伎 / Wakashuka Kabuki” juga populer, akan tetapi pengawasan semakin ketat dan karena alasan penyimpangan tata krama, baik Onna Kabuki & Wakashuka Kabuki dilarang keras dimainkan.
Setelah pelarangan tersebut, tumbuh strategi baru yaitu pertunjukkan dengan dengan kedok dimainkan oleh pria dewasa yang disebut dengan "Yaro Kabuki" dalam arti bahwa itu adalah Kabuki yang dilakukan oleh seorang pria dengan gaya rambut yang disebut "Yaro Atama" yang poninya telah dicukur sebagai bukti kedewasaan. Konten yang ditampilkan juga telah berevolusi dari yang seperti review dengan menyanyi dan menari menjadi teatrikal dengan plot yang terdiri dari beberapa adegan, dan keterampilan para pemain juga dituntut untuk lebih tinggi.
Selain itu, peran aktor pria memerankan "Onnagata," yang muncul dalam topeng seorang wanita, yang dimulai pada zaman Wakashū Kabuki, semakin mapan.
Dengan cara ini, Kabuki berkembang sebagai seni pertunjukan dengan memperkuat karakternya sebagai lakon.
Artikel Terkait:
- Cara Menikmati Pertunjukkan Teater Noh, Seni Pertunjukan Tradisional Jepang
- Make-up Kumadori : Masker yang digunakan pada pertunjukkan Kabuki
- Kupasan Umum Tentang Teknologi Make Up Kabuki dan Alat Rias Khusus
- Peran Samurai Dalam Drama Kabuki
- Berbagai Jenis Tarian Dalam Kabuki
⑤ Sado: Seni Minum Teh Jepang
Teh menyebar di Jepang sekitar periode Kamakura. Konon seorang biksu bernama Eisai membawa teh dari Sakae di Tiongkok.
Selama periode Muromachi, seorang biksu bernama Murata Juko mengadopsi spiritualitasnya, dan ia mulai menggunakan ruang teh dan peralatan teh sederhana, dan "Wabi-cha" didirikan, yang menghargai interaksi antara tuan rumah dan tamu.
Dan aliran Sen no Rikyu-lah yang mengembangkan "Wabi-cha". Sen no Rikyu memiliki komitmen yang mendalam untuk pembangunan ruang teh dan peralatan teh, dan upacara minum teh modern telah ditetapkan.
Dalam mempelajari Sado, dalam Sen no Rikyu terdapat “四規七則/Shikishi Shichisoku”, yaitu 4 falsafah dan 7 aturan:
4 Falsafah tersebut adalah:
- Menjadi hati yang damai
- Saling menghormati
- Memurnikan diri
- Memiliki hati yang teguh
7 Aturan adalah sebagai berikut:
- Membuat teh dengan sepenuh hati
- Menentukan esensi
- Menghargai setiap musim
- Menghargai hidup
- Memiliki waktu dan ruang di hati
- Memiliki hati yang lembut
- Saling menghormati
Perlengkapan untuk Sado
Kamu bisa melakukan upacara minum teh atau Sado ini di rumah dengan perlengkapan berikut:
- 抹茶茶碗 (Mangkuk)
- 茶筅くせ直し (Chasen/ pengaduk teh)
- 茶杓 (Chasaku/ sentil untuk mengambil bubuk teh)
- 抹茶 (Bubuk teh matcha)
Artikel Terkait:
⑥ Seni Arsitektur Jepang
Arsitektur Jepang secara tradisional dikaitkan dengan struktur berkayu, meninggi dari bawah, dengan atap genteng atau jerami. Pintu geser (fusuma) dipakai di bagian tembok, membolehkan ketersediaan ruang bagian dalam yang disesuaikan untuk keperluan berbeda. Orang-orang biasanya duduk langsung di lantai atau dengan cara lainnya di atas lantai, secara tradisional; kursi dan meja tinggi tidak banyak dipakai sampai abad ke-20. Namun, sejak abad ke-19, Jepang telah memasukkan sebagian besar arsitektur Barat, modern, dan pasca-modern ke dalam pembangunan dan perancangan, dan sekarang menjadi bagian utama dalam rancangan dan teknologi arsitektur berbasis pemotongan.
Arsitektur Jepang terawal telah ada pada zaman pra-sejarah dengan ruang dan rumah kecil sederhana yang diadaptasi untuk kebutuhan masyarakat pemburu-peramu. Pengaruh dari Dinasti Han Tiongkok melalui Korea memberikan pengenalan lebih kompleks terhadap gudang hasil panen dan kurang pemakaman seremonial.
Artikel Terkait:
⑦ Seni Beladiri Jepang: Sumo, Kendo, Karate, Judo dll.
Berikut ini adalah beladiri yang lahir dari Jepang:
Sumo
Sebagai seni bela diri paling kuno di Jepang, sumo diyakini memiliki sejarah lebih dari 1.500 tahun. Dengan berlatar belakang asal usul dari ritual Shinto, Sumo menjadi bentuk hiburan bagi para dewa pada masa Jepang kuno untuk mendoakan panen yang baik. Sejak saat itu, sumo kemudian berkembang menjadi salah satu bentuk hiburan bagi kaum bangsawan, dan tarian serta musik ditampilkan di festival sumo. Di abad pertengahan, sumo diajarkan untuk pelatihan tempur dan lambat laun tidak lagi digunakan sebagai hiburan. Ketika Jepang memasuki masa yang relatif damai, unsur hiburannya hidup kembali, dan berkembang menjadi olahraga nasional kesayangan orang Jepang seperti yang kita kenal saat ini. Beberapa tradisi kuno dalam sumo tetap dipertahankan seperti ritual Shinto dengan melempar garam ke dalam ring untuk memurnikannya sebelum pegulat masuk.
Kendo
Kendo berakar dari pedang yang secara tradisional digunakan oleh para samurai. Oleh sebab itu diberi nama "剣道 / kendo", yang berarti "jalan pedang". Gerakan-gerakannya cepat dan terarah, membuat Kendo menjadi sangat menarik!
Karate
Karate lahir di Okinawa, prefektur paling selatan Jepang yang dulunya adalah Kerajaan Ryukyu. Seiring berjalannya waktu, karate menyebar ke seluruh Jepang dan dunia. Huruf Kanji "空手 / karate" ini mengandung arti "tangan kosong" benar-benar sesuai untuk merepresentasikan seni bela diri ini yang tidak berfokus pada penggunaan senjata.
Judo
Pendiri bela diri judo adalah Jigoro Kanno, seorang pelopor seni bela diri dan pendidikan Jepang. Ia mengembangkan seni bela diri Jepang pada tahun 1882 dan membantu membuat sistem tingkatan dalam judo, yang mengikuti sistem "kyu" dan "dan". Berkat kerja kerasnya, judo menjadi seni bela diri Jepang pertama yang ditetapkan sebagai olahraga resmi Olimpiade tahun 1964. Kano juga memfasilitasi pengenalan judo dan kendo untuk masuk ke dalam sistem sekolah umum Jepang.
Terinspirasi oleh berbagai gerakan jujutsu, Kano menciptakan seni bela diri baru, yaitu judo, yang berarti "cara lembut". Judo mendasari konsep bahwa dengan memusatkan perhatian pada aspek spiritual seni bela diri, seseorang juga dapat meningkatkan bentuk fisiknya.
Artikel Terkait:
- Olahraga Sumo - Seperti Apa Proses Pemberian Peringkat Pegulat Sumo?
- Kendo: Cara Pedang Seni Jepang
- Pelepas Stress Terbaik di Jepang: Memecahkan Genteng Di Asakusa
- Apa Arti Warna Sabuk di Olahraga Judo? Bagaimana bisa Menang?
Bagaimana dengan artikel di atas? Semoga ini akan menambah pengetahuan tentang Jepang.
Comments