Bagi yang belum membaca bagian 1 bisa mengakses lewat sini.
Kali ini Al, salah satu staf FUN! JAPAN pergi ke Universitas Tohoku, Sendai yang berjarak 1 jam dari Tokyo dengan shinkansen. Untuk yang penasaran Universitas Tohoku itu tempat yang seperti apa, bisa langsung melihat gambar-gambar di bawah.
Mungkin ada yang penasaran juga tempatnya ada di mana sih sebenarnya. Tempatnya ada di sini↓
Kita akan beralih ke wawancaranya. Kami menanyakan berbagai hal kepada beberapa mahasiswa Indonesia yang sedang mengejar studi di Jepang. Di artikel bagian pertama kami sudah mewawancarai seorang mahasiswa S1, kali ini kami akan melaporkan hasil wawancara dengan seorang mahasiswa S3 (doktoral) Indonesia.
(1) Mohon perkenalan dirinya.
Nama saya Hana, umur saya 39 tahun. Saya ibu dari dua orang anak berumur 11 dan 1 tahun.
(2) Sekarang sudah tahun keberapa di Jepang dan sedang studi apa?
Ini sudah tahun ketiga di Jepang. Saya mahasiswa S3 tahun ke-3 Departemen Virologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tohoku.
(3) Luar biasa ya kuliah doctoral. Sebelum ini mengenyam pendidikan di mana?
SMA saya di SMA Negeri 24 Jakarta. Kemudian S1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Saya mengambil S2 dengan fokus antropologi medis di Fakultas Ilmu Perilaku dan Sosial (Faculty of Social and Behavioral Sciences), Universitas Amsterdam.
(4) Di Departemen Virologi penelitian yang dilakukan seperti apa?
Saya fokusnya meneliti mengenai epidemiologi. Sekalipun saya bukan ahli virus, bidang penelitiannya masih masuk Departemen Virologi.
(5) Dulu bagaimana bisa tahu mengenai program yang sekarang dijalani?
Saya tahu dari senior yang juga belajar di Tohoku. Setelah saya ditetapkan menerima beasiswa LPDP, saya menghubungi senior yang lebih dulu memperoleh beasiswa yang sama sebelumnya. Kemudian saya menghubungi profesor yang dikenalkan oleh senior saya itu. Setelah dapat konfirmasi OK, saya kemudian mendaftar.
(6) Sudah sejak kapan Mbak memikirkan untuk pergi kuliah ke luar negeri?
Sudah dari antara kelas 1-2 SMA sebenarnya.
Habis mendengarkan pengalaman teman-teman yang pergi belajar ke luar negeri, saya juga jadi ingin belajar ke luar.
(7) Dari awal kenapa memilih Jepang dan kenapa memilih Universitas Tohoku di antara banyak universitas lainnya?
Ada beberapa alasan kenapa saya memilih Jepang. Salah satunya jarak.
Saya juga pernah berkuliah di Belanda dan rasanya memang lebih cocok kalau kuliah S3 di tempat yang lebih dekat dari Indonesia. Sebenarnya saya waktu itu ada dua pilihan: Jepang dan Thailand. Setelah bertanya dengan beberapa senior, banyak yang merekomendasikan Jepang. Penelitian di Jepang sudah pasti bagus, tambah lagi kehidupan mahasiswa di Jepang juga kedengarannya nyaman.
Selain itu saya juga mendengar kalau pendidikan SD di Jepang bagus dan saya punya seorang anak yang sekarang sudah masuk SD. Makanya saya akhirnya memilih Jepang.
Sedangkan alasan memilih Tohoku, jujur ya sebelum memutuskan untuk ke luar saya tidak tahu sama sekali Tohoku itu tempat yang seperti apa. Kalau dengar kata Jepang, yang kepikiran cuma Tokyo dan Osaka. Saya cuma tahu Tohoku sebagai tempat yang pernah terkena tsunami. Waktu itu saya punya pilihan antara Osaka dan Tohoku, sekalipun saya cukup tahu mengenai Osaka, saya pada akhirnya memilih Tohoku yang saya belum tahu banyak.
Sekarang saya bersyukur sudah memilih melanjutkan pendidikan di Tohoku. Di kampus ini, sebagai seorang peneliti saya melatih kemampuan untuk mengumpulkan informasi dan memproses data.
(8) Kalau begitu sumber informasi utama Mbak Hana sewaktu akan pergi studi ke luar negeri adalah senior?
Iya, betul.
Kalau sudah urusan S2 dan S3, bagaimanapun juga ujung-ujungnya sumber informasinya senior, karena memang senior yang bisa memahami kondisi laboratorium dan profesor dengan mendetil. Untuk mahasiswa S1 menurut saya informasi yang ada di website sudah cukup. Mungkin informasi seperti kurikulum juga sebaiknya ada di website karena tidak sedikit anak SMA yang ingin tahu secara detil kurikulum yang akan diajarkan. Banyak di antara mahasiswa S1 yang baru pertama kali belajar di luar negeri, jadi tentunya kalau ada informasi yang detil akan membantu mengurangi kekhawatiran.
(9) Teman-teman Mbak yang lain mendapatkan informasi dari mana?
Biasanya dari internet. Ada juga yang menghadiri study abroad fair.
Ada juga mahasiswa yang langsung bertanya ke JASSO dan Kedutaan Besar Jepang karena ingin tahu informasi yang lebih mendalam.
(10) Sebelum ke sini apakah Mbak sudah belajar bahasa Jepang?
Saya sama sekali tidak belajar bahasa Jepang. (tertawa)
(11) Waktu mulai hidup di sini apakah Mbak mendapat kendala dalam hal bahasa?
Cukup kerepotan karena kurikulumnya saja saya tidak mengerti. Untungnya di laboratorium saya ada sistem tutor, jadi saya bisa mendapatkan banyak penjelasan dari tutor sesama mahasiswa asing.
Kalau untuk kehidupan sehari-hari, sampai sekarang saya masih merasakan culture shock.
Kalau di bidang akademik yang repot misalnya seminar. Kalau seminarnya diadakan dalam bahasa Jepang, ikut sekalipun saya tidak mengerti apa-apa. Seminar yang saya ikuti hanya yang berbahasa Inggris, jadi saya masih bisa paham. Sedangkan diskusi biasanya dalam bahasa Jepang, jadi saya tidak bisa ikut.
(12) Tempat yang Mbak senangi di Universitas Tohoku apa?
Saya suka kantinnya. Karena seharian saya ada di laboratorium, saya selalu menanti-nanti waktu makan dan beristirahat di kantin.
(13) Apa yang Mbak suka dari Tohoku?
Ada dua, salju dan sakura.
Saya terharu bisa menunjukkan salju ke anak saya dan bunga sakura ke ibu saya.
Saya juga senang dengan orang-orang Tohoku. Kalau mereka membantu orang selalu tidak setengah-setengah dan tidak enggan repot-repot buat orang lain.
Setelah sadar dengan itu, saya hanya minta tolong ketika saya betul-betul membutuhkan bantuan.
(14) Seperti apa kegiatan Mba dalam satu hari?
Dari jam 9:30 sampai 17:00 di laboratorium.
Sebelum itu saya mengantar anak ke playgroup dan sekolah. Karena saya juga mahasiswa, biaya playgroupnya jadi sangat murah.
(15) Ngomong-ngomong sekarang Mbak tinggal di mana?
Tinggal di apato (apartment). Walaupun apato untuk keluarga, sewa bulanannya cuma 37.000yen (4,5 juta rupiah). Kalau dibandingkan dengan apato di wilayah kampus, harganya jauh lebih murah saya rasa. Ditambah dengan tagihan bulanannya, totalnya kurang lebih 50.000yen (6 juta rupiah).
(16) Mbak Hana seberapa sering pulang ke Indonesia?
Kalau disuruh profesor, saya pulang.
Karena pulangnya untuk penelitian, biayanya juga ditanggung laboratorium. Haha.
(17) Kalau tidak ada urusan penelitian, tidak pulang dong kalau begitu? Bagaimana mengatasinya misalnya homesick?
Ibu saya yah juga mau lihat wajah cucunya, jadi setiap hari saya video call dengan ibu saya. Makan masakan Indonesia juga mengurangi kerinduan akan kampung halaman. Di Sendai juga ada tempat yang menjual bahan makanan Indonesia. Pastinya juga bisa beli online. Belakangan ini juga di kampus bisa makan masakan halal, loh.
(18) Apakah setelah lulus sudah memutuskan langkah selanjutnya?
Saya kerja sebelum berangkat ke Jepang, jadi nanti saya akan balik ke pekerjaan itu lagi.
Demikian wawancara kami dengan Mbak Hana.
Sebagai penutup artikel kali ini ada AL dan Cheak, staf FUN! JAPAN yang sudah pergi ke Tohoku untuk wawancara kali ini.
Comments